My Hijrah My Adventure: History of Hijab



My Hijrah My Adventure: History of Hijab

Sebelumnya saya akan menjelaskan bahwa disini saya ingin berbagi bukan untuk menggurui. Saya ingin meng-share pengalaman saya sejak 7 tahun yang lalu. Memori lama yang belum saya tulis dalam bentuk apapun, entah itu cerpen, puisi, arikel, fiksi mini apalagi novel :D atau yang lain. Namun hal itu masih melekat dalam belantara ingatanku, dan saat inilah entah kenapa aku ingin menuliskannya dan berharap agar bisa bermanfaat bagi kalian semua, terutama bagi para wanita :). Tapi yang pria juga boleh banget baca, siapa tahu ada hikmah yang bisa diambil hhe. Yasudah nggak usah kelamaan yaa readers, langsung aja. Check it out..

 Kurang lebih sekitar tujuh tahun yang lalu, saat aku lulus SD dan masuk ke jenjang SMP. Aku si bocah ingusan yang tak tahu apa-apa tiba-tiba memutuskan untuk berhijab. Sosok perempuan kecil yang terlahir dari keluarga biasa, bukan keturunan dari yang begitu paham dengan agama atau sebut saja ustadz/kyai. Nggak ada angin, nggak ada badai, nggak ada yang merintah sekonyong-konyong ingin menutupi kepala dan berpakaian tertutup. Alasannya begitu sederhana, ya karena aku ingin lebih terlihat rapi. Itu saja, dan tak lebih. Waktu itu, mana kutahu kalau berhijab bagi perempuan di wajibkan? Aku juga hidup di kampung, yang kala itu masih jarang perempuan memakai hijab apalagi anak kecil yang baru saja lulus SD? Kecuali.. kecuali lho ya, bagi mereka yang hidupnya dalam pondok pesantren atau dididik sejak dini untuk menaati agama (biasanya ini hanya orang-orang tertentu, dominan keluarga ustadz, keluarga orang berilmu terkemuka yang migrasi ke kampungku, dll).

“Wah kok sekarang berkerudung fa?”, “Kenapa kok berhijab?”, “Ini beneran mau berkerudung apa enggak?”, “Paling bentar lagi dilepas, kan dia masih kecil” “Palingan cuma ..” cuma cuma dan cuma wkwk. Itu beberapa spekulasi orang-orang di sekitarku, awalnya sih menurutku biasa aja. Nggak ada masalah. Ada yang menerima perubahanku dan terlihat bahagia, terutama kedua orangtua ku. Dan kala itu hijabku masih ala kadarnya, dengan kerudung sederhana dan pakaian yang menurutku masih pantas menutupi, jadi ya nggak longgar banget juga nggak ketat. Seperti itu saja sudah.. Ya tahu lah, di dunia ini sesuatu yang positif itu nggak bisa berdiri sendiri, jadi yang negatif pun turut menyertai. Sebagian dari mereka tidak suka, beberapa ada yang memicingkan mata, memandang remeh, aneh atau apalah. Aku tak dapat menerjemahkannya, karena usiaku masih jauh dari kata dewasa.
Tapi aku enjoy aja, toh nanti mata mereka juga akan terbiasa dengan penampilanku, pikirku. Pak ustadz yang membimbingku di surau juga terlihat senang, lagi lagi aku hanya menyeringai saat dibilangin “Yang istiqomah”. Jujur saja, aku tidak tahu apa istiqomah, jadi..menunjukkan deretan gigi adalah jawaban yang tepat menurutku kala itu. Aku juga tipikal anak yang pemalu, nggak tahu bukannya tanya malah iya iya sambil cengengesan.

Nah, selang beberapa pekan setelah mulai samar-samar kata-kata nggak mengenakkan tak kudengar, atau tatapan aneh mulai menyurut. Seketika ada konflik kecil yang mengarungi petualangan hijrahku itu. Dengan teman sebayaku, tapi permasalahan yang tertanam tanpa sengaja itu dipupuki oleh provokasi yang membuatnya kian lama tumbuh membesar. Aku dulu pernah mengatakan sesuatu yang tak seharusnya, aku tahu itu salah. Kenaifanku saat itu memaksaku untuk berurusan dengan salah satu orangtuanya, nah disitulah klimaks secara gamblang mengombang-ambingkan keimananku. Biasa lah, kita tahu hidup di kampung itu seperti apa. Ada yang berubah, beda sedikit dari biasanya, atau beda dari yang lain akan langsung jadi trending topic, dengan mudah berita menyebar dengan pesat tanpa difilter kebenarannya terlebih dahulu. 

Sudah cukup aku ditemani dengan komentar miring orang-orang yang tidak menyukai perubahanku sewaktu itu, kini justru ditambah masalah yang menurutku tidak perlu dibesar-besarkan. Ya kala itu problematika kasual justru memperkeruh suasana. Label ketidaksukaan menjadi alasan utama, padahal usiaku masih bisa dibilang remaja bukan?. Hanya gara-gara sesuatu yang tak ku mengerti, berbagai ucapan pedas melayang ke telingaku. Aku yang awalnya tak mampu menerjemahkan, dan mungkin nggak peka. Kini..

 “Dia itu, berhijab tapi seperti itu.”, “Munafik !”, “Untuk apa berhijab tapi kelakuan aja belum bener”, “Kerudungnya penutup sifat aslinya, busuk dalamnya”, “Halah, dia itu cuma pura-pura alim” dan sebagainya. Yang melontarkannya pun sebaya denganku beserta orang-orang dewasa lain yang mendukungnya. Aku hanya kambing hitam, sebab akar permasalahan tidak tercabut tuntas hingga akulah yang harus menanggung semua itu. 

Tahukah bagaimana perasaanku kala kata-kata sederhana itu yang dengan enteng menembaki tepat dihati? Begitu sesak dan aku hanya bisa menangis, kenapa perubahanku dibawa-bawa? Kenapa mereka begitu membenci?, batinku. Aku tak bisa melawan siapapun, kecuali marah terhadap diri sendiri dan membenci keadaan. Walaupun tak menutupi bahwa lebih banyak orang-orang yang terus menyemangati serta memotivasiku. Agar aku dapat bertahan dari semua tudingan dan komentar-komentar mulut tak bertanggungjawab. Meski sulit, terkadang sikap labilku membuat aku ingin segera pergi dari kampung halaman *pingin minggat gitu ceritanya wkwk. Namun, aku yang masih menduduki bangku SMP kelas 1 tak memungkinkan untuk melakukan hal itu *karena pada dasarnya aku bukanlah orang yang nekatan dan berani.

Aku mengetahui semua itu juga dari tetangga dan teman-teman yang peduli padaku, pun sesekali aku mendengarnya sendiri dari telingaku. Dan seketika telinga ini yang menjadi saksi pembicaraan yang pernah dipaksa untuk booming oleh pihak tertentu kala itu, aku hanya menelan ludah. Pahit. Tersenyum kecut. Aku tak tahu harus bagaimana, sampai-sampai aku terpaksa menumpahkan rasa dan berkonsultasi pada ustadzku. Dan disinilah aku menemukan titik terang. Beliau berpetuah “Jadikan itu sebagai motivasimu fa. Jangan mau mundur begitu saja, ini hanya sebagian ujian untukmu. Apakah kau akan istiqomah atau tidak? Apakah kau akan tetap mempertahankan hijabmu itu atau tidak? Seiring berjalannya waktu, hijablah yang akan merubah perilaku buruk menjadi baik. Jika sudah saatnya kau pasti akan mengerti. Sudah nak, jangan terlalu dipikirkan, nanti malah jadi beban pikiran”.

Selepas itu aku cukup tenang menghadapi semua yang hampir membuatku tumbang, meski aku tak pernah berpikiran untuk melepas hijabku. Tapi, jika taraf ketidaknyamananku kian meningkat bisa aja tiba-tiba berpikir kesitu kan? Aku juga anak biasa, yang kelabilannya masih perlu dikendali. Untung saja, Allah menguatkanku dengan mengirimkan orang-orang yang menyayangiku dan senantiasa care padaku. Aku pikir Allah begitu baik pada semua hambaNya bukan?

Ya, seperti itulah kiranya cerita yang mampu kujabarkan readers. Mungkin ada yang bertanya “Lalu, bagaimana saat ini? Apakah masih seperti cerita diatas sikonnya?” hehe. Kalau ada yang tanya lo ya, nggak juga nggak papa wkwk. Yah, alhamdulillaah sekarang konflik itu udah musnah kok. Seiring berjalannya waktu mereka berhenti dan justru mulai bersikap ramah padaku *mungkin mereka udah capek juga. Hmm, dan aku sangat senang saat melihat tatapan mereka yang berubah menjadi tatapan bersaudara. Waktu dan takdir mengubah alurnya sebab adanya kekuatan doa :). Dan sekarang jikapun masih ada yang tidak suka padaku, menurutku wajar. Kuanggap mereka adalah orang-orang yang perhatian padaku, dengan rela menghabiskan waktunya hanya untuk mengorek-orek sisi burukku. Itu bagus, bisa jadi bahan introspeksi diri bukan? :D :)

So, readers.. Kalian pasti pernah mengalami ujian seperti itu, bisa berbeda ceritanya, bahkan ada yang lebih ekstrim ujiannya dibandingkan cerita diatas. Kalau aku sih hanya ujian kecil yang mencoba merenggut keistiqomahanku. Bagi kalian yang pernah menapaki pintu hijrah aku yakin pasti pernah mengalaminya. Hijrah apapun itu, tidak hanya berhijab. Begitulah readers, mungkin melangkah hijrah itu tidak mudah tapi berjalan dalam keistiqomahan itu jauh lebih tidak mudah. Akan selalu ada angin yang bertiup kencang, berusaha mengguncang. Namun tak mengapa, luruskan niat, bersihkan hati, pegang teguh prinsip yang hendak dijalani maka insyaa Allah ridho Allah bisa kau rengkuh dengan istiqomah. Hingga kau benar-benar sudah merasa nyaman dengan petualangan hijrahmu, enggan berpaling dan memilih untuk istiqomah. Semoga. Aamiin.

Meski begitu, tetaplah hijrah, hijrah dan hijrah. Hijrah dan istiqomah, pegang kedua kata itu, lecutkan dalam benak kita. Berusaha untuk hijrah menjadi lebih baik dan mengistiqomahkannya. Jadi, tidak ada kata malas, tak ada pikiran diri merasa sudah suci sehingga tak perlu diperbaiki. Readers, untuk membuat diri lebih baik itu tak cukup hijrah sekali, tapi harus berkali-kali dengan istiqomah yang mengiringi. So, are you ready for hijrah and istiqomah right now? Yes, I am :) B-).

Terimakasih sudah mau membaca tulisan yang tidak seberapa ini, cerita diatas nggak di dramatisir ya. The natural story, jika ada kata yang menyinggung atau tidak enak dibaca maafkan yaa. Ingat, saya hanya ingin berbagi bukan menggurui ya. (bawel amat yak wkwk). Okay, thanks a lot. And see you next time :). Semoga bermanfaat readers, salam literasi.

Nb. Hijab adalah segala hal yang mampu menutupi sesuatu yang harus ditutupi bagi seorang muslimah. Hijab bukan sekedar menutupi kepala, tapi yang menutupi semua yang mencakup aurat. Kerudung adalah sesuatu yang dijulurkan ke dada untuk menutupi kepala, rambut, leher. 

Wassalamualaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Surakarta, 15 September 2017
By_sosok yang sedang berproses

Comments

  1. betapa kata kata dilapisi cuplikan memori masa lalu yang menurutku bagus riff... wkwkwkwkw.... ditambahi rif... kata kata motivator di akhir tulisan atau apalah biar terlihat kompleks.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oke bos, bisa jadi bahan revisi+intropeksi nih. Maklum masih abal-abal wkwk. Thanks rif ws hadir

      Delete

Post a Comment

Silahkan tinggalkan komentar untuk tulisan yang lebih baik:)

Popular posts from this blog

REVIEW TEXT dalam Bahasa Inggris : Definition, Purpose, Characteristics, Generic Structure, and Language Feature

EXPLANATION TEXT dalam Bahasa Inggris : Definition, Purpose, Characteristics, Generic Structure, Language Feature, and Example

MAKALAH SIKLUS HIDROLOGI